02 March 2017

TITRASI ASAM BASA PRAKTIKUM KIMIA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan reaksi pengendapan.
Titrasi asam basa disebut juga titrasi adisi alkalimetri. Kadar atau konsentrasi asam basa larutan dapat ditentukan dengan metode volumetri dengan teknik titrasi asam basa. Volumetrik adalah suatu cara menentukan jumlah (kuantitatif) suatu zat.Titrasi asam basa merupakan teknik untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau basa. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi asam basa (netralisasi). Larutan yang kosentrasinya sudah diketahui disebut larutan standar.Titik ekuivalen adalah titik ketika asam dan basa tepat habis bereaksi dengan disertai perubahan warna indikatornya. Titik akhir titrasi adalah saat terjadinya perubahan warna indikator.
1.2 Tujuan
1.                 Mahasiswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang mengandung asam.
2.                 Mahasiswa mampu menstandarisasi larutan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Larutan basa yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang berskala) dan jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi. Larutan asam yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia (erlenmeyer) dengan mengukur volumenya terlebih dahulu dengan memakai pipet gondok. Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar titik ekivalen. Dalam titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen ( Syukri, 1999 ).
Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi( Brady, 1999 ).
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya ( Day,1986 ).
Suatu proses di dalam laboratorium untuk mengukur jumlah suatu reaktan yang bereaksi sempurna dengan sejumlah reaktan lainnya, dimana reaktan pertama ditambahkan ke dalam reaktan kedua disebut titrasi. Reaktan yang ditambahkan tadi disebut sebagai titrant dan reaktan yang ditambahkan titrant kedalamnya disebut titree. Di dalam beberapa titrasi, titik ekivalen adalah titik selama proses titrasi dimana tepatnya titrant telah cukup ditambahkan untuk bereaksi dengan titree. Salah satu masalah teknis dalam titrasi adalah titik dimana suatu perubahan dapat diamati, terjadi yang untuk mengindikasikan pendekatan yang paling baik ke titik ekivalen. Secara ideal, titik akhir dan titik ekivalen seharusnya identik, tetapi dalam prakteknya jarang sekali ada orang yang mampu membuat kedua titik tersebut tepat sama, meskipun ada beberapa hal dimana perbedaan antara kedua hal tersebut dapat diabaikan   (Harjadi, 1986).
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa:
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalent”.
2. Memakai indicator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan (georje, 2004).


BAB III
METODOLOGI
3.1  Alat dan Bahan
·         NaOH  0,1 M
·         HCl  0,1 M
·         H2C2O4
·         Indikator penolphetalein
·         Erlenmeyer
·         Buret  50 ml
·         Statif  dan  Klem
·         Gelas ukur 25 ml atau 10  ml
·         Corong kaca
3.2  Cara kerja
 3.2.1  standarisasi larutan NaOH  0,1 M
Cuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan bilas dengan       5 ml larutan NaOH. Putar kran buret untuk mengeluarkan cairan yang                tersisa dalam buret, selanjutnya isi buret dengan 5 ml NaOH untuk                                membasahi dinding buret. Kemudian larutan dikeluarkan lagi dari buret.          Larutan NaOH dimasukkan lagi ke dalam buret sampai skala tertentu.                     Catat kedudukan volum awal NaOH dalam buret.                                                 Proses standarisasi :                                                                                             -  cuci 3 erlenmeyer, pipet 10 ml larutan asam oksalat 0,1 M dan masukan                  kedalam setiap erlenmeyer dan tambahkan ke dalam masing – masing                 erlenmeyer 3 tetes indikator penolphtalein.                                                                   -  alirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai                        terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer          digoyang.                                                                                                                 -  catat volume NaOH terpakai                                                                            -  ulangi dengan cara yang sama untuk erlenmeyer ke II dan III.                             -  hitung molaritas (M) NaOH.                      
3.2.2  Penentuan Konsentrasi HCl
            - cuci 3 erlenmeyer pipet 10 ml larutan HCl  0,1 M dan masukkan ke                         dalam setiap erlenmeyer                                                                                                -  tambahkan kedalam masing – masing erlenmeyer 3 tetes indikator                            penolphtalein (PP).                                                                                                   -  alirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai                     terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer                    digoyang                                                                                                                  -  catat volume NaOH terpakai                                                                                   -  ulangi dengan cara yang sama untuk erlenmeyer ke II dan ke III                            -  hitung molaritas (M) HCl.


BAB IV
HASIL PENGAMATAN

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat
No
Prosedur
Ulangan
Rata - Rata
I
II
III
1
Volume larutan asam oksalat 0,1 M
10mL
10mL
10mL
10mL
2
Volume NaOH terpakai
3,9 mL
4,6  mL
1,7  mL
3,4 mL
3
Molaritas (M) NaOH
0,0025
0,0021
0,0058
0,003 M

Standarisasi HCl dengan larutan HCl
No
Prosedur
Ulangan
Rata - Rata
I
II
III
1
Volume larutan HCl
10 mL
10mL
10mL
10mL
2
Volume NaOH terpakai
9,7 mL
9,8 mL
10 mL
9,8 mL
3
Molaritas (M) NaOH
Berdasarkan hasil percobaan diatas
0,003 M
4
Molaritas (M) larutan HCl
0,024
0,02
0,058
0,034M

BAB V
PEMBAHASAN
Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat
Pada percobaan NaOH 0,01 M dengan larutan asam oksalat dilakukan tiga kali pengulangan dengan proses :
Ulangan I
Mengukur volume asam oksalat sebanyak 10 ml dengan menggunakan gelas ukur 10 ml. Kemudian larutan asam oksalat yang sudah diukur dalam gelas ukur sebanyak 10ml dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditetesi dengan indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes. Setelah itu larutan asam oksalat diletakkan dibawah buret dan ditetesi dengan larutan NaOH, kemudian erlenmeyer di goyang – goyang hingga larutan asam oksalat berubah warna menjadi merah muda. Apabila larutan oksalat sudah berubah warna maka segera tutup kran pada buret. Langkah selanjutnya yaitu menghitung banyaknya volume NaOH yang terpakai, pada ulangan 1 volume NaOH yang terpakai sebanyak 3,9  mL. Perhitungannya :
Dik : Vasam oksalat = 10 mL             V NaOH = 3,9mL
 M asam oksalat = 0,01 M      
Dit :  M NaOH = ...?
Jawab : V asam oksalat x M asam oksalat = V NaOH x M NaOH
                                    10 mL x 0,01 M = 3,9 mL x M NaOH
                                                  0,1     =     3,9x M NaOH
            M NaOH =  = 0,025 M
Ulangan II
Pada ulangan ke II volume NaOH yang terpakai sebanyak 4,6 mL
Dik : V asam oksalat = 10 mL            V NaOH = 4,6 mL
M asam oksalat = 0,01 M
Dit :  M NaOH = .... ?
Jawab :  V asam oksalat x M asam oksalat = V NaOH x M NaOH
            10 mL x  0,01 M=  4,6 mL x M NaOH
                                                0,1  = 4,6  x M NaOH
                        M NaOH =  = 0,021 M
Ulangan III
Pada ulangan ke III volume NaOH yang terpakai sebanyak 1,7 mL
Dik : V asam oksalat = 10 mL            V NaOH = 1,7 mL
M asam oksalat = 0,01 M
Dit : M NaOH = ....?
Jawab : V asam oksalat x M asam oksalat = V NaOH x M NaOH
     10 mL  x  0,01            =  1,7  mL  x M NaOH
                 0,1 = 1,7  mL x M NaOH
                                               M NaOH = = 0,058 M
Sehingga dapat kita cari rata – rata volume NaOH terpakai dengan cara :

Rata-rata volume NaOH terpakai =  = 3,4  mL
Rata-rata molaritas NaOH =  = 0,003 M

Standarisasi HCl dengan larutan HCl
Mengukur volume larutan HCl dengan menggunakan gelas ukur 10 ml dan tuangkan kedalam erlenmeyer , kemudian tetesi larutan HCl dengan indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes. Lalu letakkan erlenmeyer dibawah buret yang berisi larutan NaOH tetesi sedikit demi sedikit sambil erlenmeyer digoyang – goyang hingga larutan HCl berubah warna menjadi merah muda. Apabila larutan HCl  sudah berubah warna maka segera tutup kran pada buret. Langkah selanjutnya yaitu menghitung banyaknya volume NaOH yang terpakai.
Pada ulangan I volume NaOH yang terpakai sebanyak 9,7 mL, pada ulangan II volume NaOH yang terpakai sebanyak 9,8 mL dan pada ulangan III volume NaOH yang terpakai sebanyak 10 ml.
Ulangan I
Dik : V HCl = 10 mL              V NaOH = 9,7 mL
M NaOH = 0,025 M   n NaOH = 1, n HCl = 1
Dit :  M HCl = ....?
Jawab : V NaOH x M NaOH x n NaOH  = V HCl x M HCl x n HCl
            9,7mL x 0,025 M x 1          =  10mL x M HCl x 1
M HCl=
               M HCl                                        = 0,024 M

Ulangan II
Pada ulangan II volume NaOH yang terpakai sebanyak 9,8 mL
Dik :  V HCl = 10 mL             V NaOH = 9,8 mL
M NaOH = 0,01 M     n NaOH =  1,  n HCl = 1
Dit ;  M HCl=....?
Jawab :  V NaOH x M NaOH x n NaOH = V HCl x M HCl x n HCl
9,8mL x  0,021 M x 1  =  10 mL x M HCl x 1
 M HCl =
                          M HCl                                        = 0,02 M

Ulangan III
Pada ulangan III volume NaOH yang terpakai sebanyak 10 mL
Dik : V HCl = 10 mL              V NaOH = 10ML                                                 
M NaOH = 0,058 M                   n NaOH =  1,  n HCl = 1
Dit :  M HCl = ....?
Jawab :  V NaOH x M NaOH x n NaOH = V HCl x M HCl x n HCl
   10 mL x 0,058 M x 1  =  10 mL x M HCl x 1
M HCl =
M HCl= 0,058 M
Rata-rata volume NaOH terpakai =   = 9,8 mL
Molaritas HCl = = 0,034M


BAB VI
PENUTUP
6.1  Kesimpulan
       1. Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa                        praktikan dapat menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh                        yang mengandung asam                                                    
2. Setelah melaksanakan praktikum praktikan mampu menstandarisasi larutan        

6.2  Saran
Diharapkan terhadap praktikan sebelum dilakukannya praktikum, harus mempelajari terlebih dahulu panduan – paduan tata cara kegiatan praktikum yang akan dilaksanakan. Sehingga kegiatan praktikum dapat berjalan lancar, tanpa harus selalu dibimbing oleh Co-Ass apa yang harus dikerjakan di dalam praktikum.



DAFTAR PUSTAKA
Brady, James E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta:Binarupa
Aksara
Day, Underwood. 1986. Analisis Kimia kuantitatifEdisi Kelima. Jakarta: 
 Erlangga
Georje.2004.Kimia 2 untuk SMA. Jakarta : Erlangga.
Harjadi, W.1986.Ilmu Kimia Analitik Dasar.Jakarta: Erlangga
Syukri.1999.Kimia Dasar 2. Bandung: ITB



JAWABAN PERTANYAAN
1.      Bagaimana caranya agar titik akhir titrasi mendekati titik ekivalen ?
 Agar titik akhir titrasi mendekati titik ekivalen selain harus mengunakan indikator yang tepat yang dapat berubah warna yang tergantung pada pH larutan, di dalam proses titrasi harus berhati – hati dengan suatu larutan ditambahkan sedikit demi sedikit pada larutan  yang volumenya sudah diketahui, sampai tercapai titik ekivalen.
2.      Jelaskan dengan singkat fungsi indikator !
Fungsi indikator adalah suatu zat untuk menentukan titik ekivalen dalam   proses titrasi dengan dapatnya perubahan warna.
3.      Jelaskan apakah reaksi dapat berlangsung jika tidak ditambah dengan indikator ?
Ya, dapat berlangsung karena reaktan maupun produk telah memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan sebagai "indikator". Sebagai contoh, titrasi redoks menggunakan permanganometri, serimetri, iodi-iodometri tidak butuh indikator

4.      Tuliskan dengan lengkap reaksi yang terjadi pada reaksi diatas !
Reaksi yang terjadi antara larutan NaOH dan H2C2O4
2 NaOH  +  H2C2O4                          →       Na2C2O4    +    2H2O
Reaksi yang terjadi antara larutan HCl dan NaOH
HCl   +   NaOH                        →       NaCl      +      H2O
5.      Jelaskan pengertian larutan standar primer dan larutan standar sekunder !
Larutan standar primer adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya. Sedangkan Larutan standar sekunder adalah larutan yang harus distandarisasi terlebih dahulu untuk memastikan konsentrasi sebenarnya.
6.      Tuliskan syarat – syarat suatu indikator dapat dipakai dalam suatu titrasi !
Syarat indikator dapat dipakai dalam titrasi yaitu indikato tersebut dapat menimbulkan warna pada saat tercapainya titik akhir titrasi.Syarat – syarat larutan standar primer. Yaitu : dalam keadaan kemurniannya dapat diketahui, zat harus mudah dikeringkan, menpunyai bobot ekivalen yang tinggi, mengunakan asam atau basa kuat yang memiliki disosiasi yang tinggi, dan asam basa lemah bisa digunakan sebagai standar primer untuk menstandarisasi asam atau basa lemah.





No comments:

Post Top Ad

Your Ad Spot