14 November 2018

Kependudukan


                Secara etimologis konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan historis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta, “Tinjauan berasal dari kata tinjau yang artinya melihat-melihat, menengok, memeriksa dan meneliti. Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat, (sesudah menyelidiki, mempelajari, dsb)”. Pada perkembangan selanjutnya kata istoria juga diadopsi ke dalam bahasa Inggris dengan perubahan fonem menjadi history atau histori yang dipergunakan sebagai istilah untuk menyebut cerita tentang peristiwa dan kejadian yang dialami manusia pada masa lampau. Selain itu juga dalam bahasa Indonesia kata histori dikenal dengan istilah sejarah. “Kata „Historis‟ berasal dari bahasa Yunani ‘Istoria’ yang berarti ilmu yang biasanya diperuntukkan bagi penelaahan mengenai gejala-gejala terutama hal-ihwal manusia secara kronologis” (H.Rustam E Tamburaka, 1999:2).
Sejarah ialah salah satu bidang ilmu yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau, beserta kejadian-kejadiannya dengan maksud untuk kemudian menilai secara kritis seluruh penelitian dan penyelidikan tersebut, untuk akhirnya dijadikan perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah program masa depan (Hugiono dan P.K.Poerwantana, 1987:4).
Kolonisasi merupakan sebuah kebijakan yang diberlakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia yang memiliki arti penempatan atau pemindahan masyarakat yang ada di Pulau Jawa dengan maksud mengurangi kemiskinan yang terjadi di Pulau Jawa yang nantinya akan berdampak kerusuhan-kerusuhan pada Pemerintah Kolonial Belanda, Masyarakat yang dipindahkan ini disebut dengan para kolonis. 10 “Kolonisasi semacam utang budi, berpegang pada politik “kewajiban moral” bahwa Belanda mempunyai “utang kehormatan atau utang budi” pada jajahannya. Mereka menilai bahwa penghasilan negara jajahan terutama harus dimanfaatkan untuk meringankan penderitaan “pribumi”. Gerakan mereka bergema dikalangan umum dan menggugah pemerintah Belanda untuk melaksanakan “politik etis” sejak tahun 1900. Semboyan yang didengungdengungkan adalah: pendidikan, irigasi, dan migrasi. Bagian ketiga menjadikan kolonisasi pada tahun 1905 sebagai cikal bakal transmigrasi masa kini” (Patrice Levang, 2003:9).
Kolonisasi menurut Joan Hardjono adalah, “Penempatan petani-petani dari daerah yang padat penduduknya di Jawa, di desa-desa baru yang disebut “koloni” di daerahdaerah kosong di Jawa sebagai salah satu jalan untuk memecahkan masalah kemiskinan” (Joan Hardjono, 1982:1).
“Metro bermula dari dibangunnya sebuah induk desa baru yang diberi nama Trimurjo. Pembukaan induk desa baru tersebut dimaksudkan untuk menampung sebagian dari kolonis yang telah didatangkan sebelumnya dan untuk menampung kolonis-kolonis yang akan didatangkan selanjutnya. Kedatangan kolonis pertama di daerah Metro yang ketika itu masih bernama Trimurjo adalah pada hari Sabtu, 4 April 1936 dan untuk sementara ditempatkan pada bedeng-bedeng yang sebelumnya telah disediakan oleh pemerintah Hindia Belanda. Kemudian pada hari Sabtu, 4 April 1936 kepada 11 para kolonis dibagikan tanah pekarangan yang sebelumnya memang telah diatur. Setelah kedatangan kolonis pertama ini, perkembangan daerah bukaan baru ini berkembang demikian pesat, daerah menjadi semakin terbuka dan penduduk kolonis-pun semakin bertambah, kegiatan perekonomian mulai tumbuh dan berkembang” (Selayang Pandang Kota Metro Tahun 2011:BAPPEDA Kota Metro, 2011:5).
Migrasi merupakan perpindahan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat satu ke tempat yang lain guna mencari kehidupan yang lebih layak dari tempat tinggal sebelumnya. Arti dari migrasi adalah “Suatu bentuk gerak penduduk geografis, spasial atau teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke tempat tujuan” (Said Rusli, 1982:106).
Migrasi perkebunan merupakan perpindahan yang dilakukan untuk mementingkan kegiatan perkebunan, dalam hal ini perkebunan tebu, kopi dan tembakau menjadi salah satu tujuan dilakukannya migrasi perkebunan. Hal itu menyangkut tanaman khas “membutuhkan penggunaan tanah dalam jangka lama (tanaman perkebunan), peralatan yang mahal untuk tanaman atau infrastruktur yang besar (irigsi, jalan menuju lahan, pembuatan teras, unit pengolahan)” (Patrice Levang, 2003:250).
Migrasi Pertanian merupakan pemindahan yang bersifat pertanian, dalam hal ini kebutuhan pangan menjadi tujuan utama dilakukannya migrasi pertanian. Dalam hal ini “Petani migran mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan buruh perkebunan. Statusnya sebagai pemilik lahan kecil memberinya kedudukan yang sangat mantap serta dapat menjamin sendiri pengembangan usahanya dan menyediakan sendiri tenaga kerjanya” (Patrice Levang, 2003:251).
“Ada empat faktor yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi, yaitu : faktor-faktor yang terdapat di dearah asal, faktorfaktor yang terdapat di daerah tujuan,rintangan-rintangan yang menghambat, dan faktor-faktor pribadi. Di setiap tempat asal ataupun tujuan, ada sejumlah faktor yang menahan orang untuk tetap tinggal di situ, dan menarik orang luar untuk pindah ketempat tersebut. Ada sejumlah faktor negatif yang mendorong orang untuk pindah dari tempat tersebut dan sejumlah faktor netral yang tidak menjadi masalah dalam keputusan untuk migrasi. Selalu terdapat sejumlah rintangan yang dalam keadaan-keadaan tertentu tidak seberapa beratnya, tetapi dalam keadaan lain dapat diatasi. Rintangan-rintangan itu antara lain adalah mengenai jarak, walaupun rintangan “jarak” ini selalu ada, tidak selalu menjadi faktor penghalang. Rintangan-rintangan tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda pada orang-orang yang ingin pindah. Ada orang yang memandang rintangan-rintangan tersebut sebagai hal sepele, tetapi ada juga yang memandang sebagai hal yang berat yang menghalangi orang untuk pindah. Sedangkan faktor dalam pribadi mempunyai peranan penting karena faktor-faktor nyata yang terdapat di tempat asal atau tempat tujuan belum merupakan faktor utama, karena pada akhirnya kembali pada tanggapan seseorang tentang faktor tersebut, kepekaan pribadi dan kecerdasannya” (Munir, 2000:120)

H. Rustam E. Tamburaka. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah,Sejarah Filsafat dan IPTEK. Jakarta;Rineka Cipta. Hal.2
Hugiono dan P.K. Poerwantana. 1987. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: PT Bina Aksara. Hal.4
Patrice Levang. 2003. Ayo Ke Tanah Sabrang, Transmigrasi Di Indonesia. Jakarta;KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). Hal.9
Joan Hardjono. 1982. Transmigrasi Dari Kolonisasi Sampai Swakarsa. Jakarta: PT Gramedia Jakarta. Hal.1
2011. Selayang Pandang Kota Metro. Badan Perencana Pembangunan Daerah Kota Metro (BAPPEDA). Hal.5
Said Rusli. 1982. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta;Grafitas. Hal.106 Patrice Levang. Op. cit. Hal.250 Ibid. Hal.251
Everett S.Lee. 2000. Teori Migrasi. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada. Hal.120

No comments:

Post Top Ad

Your Ad Spot