16 November 2018

PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PDRB KABUPATEN LUMAJANG



TUGAS PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN
PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PDRB KABUPATEN LUMAJANG







Disusun Oleh :




PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2017

A.   Struktur ekonomi Kabupaten Lumajang
            Struktur ekonomi kabupaten Lumajang didominasi oleh tiga lapangan usaha utama, yaitu : Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Industri Pengolahan; serta Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Ketiga lapangan usaha tersebut secara total memberikan kontribusi sebesar 70,88 persen pada tahun 2016. Kategori Konstruksi serta Pertambangan dan Penggalian juga memberikan kontribusi yang cukup besar dalam perekonomian kabupaten Lumajang masing-masing sebesar 7,65 persen dan 4,07 persen, sedangkan kategori lain peranannya di bawah 4 persen.
            Berdasarkan besaran nilai nominal PDRB atas dasar harga berlaku (adhb) maupun atas dasar harga konstan 2010 (adhk) tahun 2012-2016, secara makro kegiatan perekonomian kabupaten Lumajang cukup prospektif dengan laju pertumbuhan mengalami sedikit percepatan. Nilai PDRB adhb yang tercipta di kabupaten Lumajang pada tahun 2016 mencapai Rp. 26.638 milyar naik dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp. 24.417 milyar. Sedangkan PDRB adhb yang tercipta pada tahun 2012 sampai 2014 berturut-turut sebesar Rp. 17.783 milyar; Rp. 19.636 milyar; dan Rp. 21.983 milyar. Sehingga dengan demikian secara total dari tahun 2012 hingga 2016 terjadi peningkatan nilai PDRB adhb sebesar 49,79 persen.
           

            Dari Tabel  di atas terlihat perubahan share dalam PDRB kabupaten Lumajang selama tahun 2012-2016, pangsa kategori sekunder yang dimotori oleh kategori industri pengolahan dan kategori konstruksi terus meningkat. Pada tahun 2012, pangsa kategori sekunder masih mencapai 25,70 persen dan secara konsisten naik hingga mencapai 26,62 persen pada tahun 2016. Pada sisi yang lain, pangsa kategori tersier meskipun sempat terkoreksi pada tahun 2014 menjadi 30,01 persen tetapi dalam beberapa tahun terakhir kembali meningkat yaitu menjadi 30,06 persen di tahun 2015 dan menjadi 30,23 persen pada tahun 2016. Di pihak lain, kategori primer konsisten mengalami penurunan peranannya. Pada tahun 2016, kontribusi kategori ini menjadi sebesar 43,15 persen atau menurun sebesar 1,94 poin dibandingkan tahun dasar (2010). Semakin berkurangnya luas lahan dan terlambatnya musim hujan pada penghujung tahun nampaknya berperan terhadap penurunan kategori ini. Baik kategori pertanian maupun kategori penggalian mengalami kontraksi masing-masing sebesar 1,30 poin dan 0,64 poin. Dari gambaran di atas menunjukkan bahwa telah terjadi dinamika pada komposisi PDRB kabupaten Lumajang yang mengarah berubah dari daerah yang perekonomiannya bergantung pada pertanian menjadi daerah yang perekonomiannya lebih seimbang dengan sektor manufaktur kini lebih dominan daripada sektor pertanian.
            Ada tiga gejala menarik selama periode 2012-2016 mengenai pergeseran struktur ekonomi yang dapat diamati dari tabel . Pertama, Tren penurunan kategori primer memasuki tahun 2016 kembali berlangsung. Kedua, Peranan lapangan usaha tersier dalam tiga tahun terakhir ini terus mengalami peningkatan, setelah sempat mengalami penurunan peranannya pada tahun 2013. Salah satu faktor pendukung peningkatan peranan pada kategori ini diduga karena bermunculan beberapa obyek wisata baru dan diskotik baru yang pada gilirannya berpengaruh pada meningkatnya jumlah pengunjung hotel, penginapan dan warung-warung baru. Fenomena inilah yang menyebabkan peranan kategori akomodasi dan makan minum meningkat dari 1,15 persen menjadi 1,18 persen. Ketiga, pergeseran perekonomian kabupaten Lumajang dari kategori primer ke kategori sekunder dan tersier masih terus berlangsung. Pergeseran adalah sesuatu yang wajar terjadi pada suatu pembangunan ekonomi. Namun, pergeseran yang terjadi di kabupaten Lumajang nampaknya telah menyeret aset penting kategori pertanian ke dalamnya. Keadaan ini dengan mudah.
            Dapat dilihat dari berubahnya lahan hamparan tanaman menjadi lahan bangunan baik pemukiman, pertokoan, perkantoran, perumahan maupun lainnya. Apabila keadaan ini terus dibiarkan berlangsung tanpa pengendalian yang jelas, maka bukan tidak mungkin pada suatu saat nanti, kabupaten Lumajang bukan lagi daerah surplus beras dan pemasok hasil tanaman hortikultura ke daerah lain. Struktur lapangan usaha masyarakat kabupaten Lumajang dari tahun ke tahun telah bergeser perlahan-lahan dari lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan ke lapangan usaha ekonomi lainnya. Hal ini dapat dilihat dari besarnya peranan masing-masing lapangan usaha terhadap total PDRB. Sumbangan terbesar pada tahun 2016 masih dihasilkan oleh lapangan usaha kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 39,08 persen sedikit menurun jika dibandingkan pada tahun 2015 yang mencapai 39,68 persen. Kemudian peranan lapangan usaha kategori Industri Pengolahan sebesar 18,87 persen atau naik 0,03 poin dari tahun 2015; kategori Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor pada tahun 2016 sebesar 12,94 persen; lapangan usaha kategori Konstruksi sebesar 7,65 persen; lapangan usaha kategori Informasi dan Komunikasi sebesar 3,02 persen, lapangan usaha kategori Administrasi pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial sebesar 3,04 persen; dan lapangan usaha kategori Pertambangan dan Penggalian sebesar 4,07 persen. Sementara peranan lapangan usaha kategori yang lain kontribusinya jauh di bawah 3 persen.
B.     PERTUMBUHAN EKONOMI
            Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator dinamis yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja perekonomian di suatu wilayah dari waktu ke waktu. Berdasarkan nominal PDRB adhk 2010, laju pertumbuhan PDRB pada Tahun 2016 digerakkan oleh semua kategori kecuali sub kategori pertambangan bijih logam dengan ditutupnya areal pertambangan pasir besi dan sub kategori Kehutanan dan penebangan kayu yang mengalami penurunan produksi. Laju pertumbuhan PDRB tertinggi terjadi pada kategori Pertambangan dan Penggalian yang pada tahun 2016 tumbuh sebesar 8,61 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Berikutnya kategori Informasi dan Komunikasi sebesar 8,11 persen, kategori Transportasi dan Pergudangan sebesar 7,67 persen, kategori Penyediaan Akomodasi dan Makan minum sebesar 7,60 persen, kategori Perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 6,39 persen, serta kategori Jasa lainnya 6,03 persen. Selanjutnya kategori Jasa pendidikan; Jasa Kesehatan dan kegiatan sosial; Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estate; Jasa Perusahaan serta kategori Konstruksi yang laju pertumbuhannya berkisar 5 sampai 6 persen yaitu masing-masing sebesar 5,78 persen; 5,32 persen; 5,35 persen; 5,94 persen; 5,58 persen dan 5,43 persen.


            Adapun laju pertumbuhan ekonomi kabupaten Lumajang tahun 2016 sebesar 4,70 persen dan sedikit mengalami percepaatan dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 5,62 persen. Berdasarkan gambar 3.1 di atas tampak bahwa sebenarnya sudah dalam periode lima tahun terakhir pertumbuhan ekonomi kabupaten Lumajang cenderung melambat meskipun pencapaiannya masih di atas 4 persen dan akhirnya di tahun 2016 mengalami percepatan pertumbuhan hingga mencapai 0,08 poin. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kabupaten Lumajang, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Dari sisi eksternal diantaranya kondisi ekonomi global yang belum membaik serta harga komoditas internasional yang masih stagnan di level yang rendah dan kinerja produktifitas komoditi sektor pertanian sebagai leading sector yang masih belum maksimal. Mengingat potensi sumber pendapatan terbesar kabupaten Lumajang berasal dari sektor pertanian (39,08 persen), maka faktor sumber daya alam perlu dikelola dan direncanakan lebih bijak, program intensifikasi dan teknologi pertanian perlu selalu ditingkatkan, dan ketersediaan saprodi sebagai input pertanian perlu dipermudah. Adapun beberapa indikator yang turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kabupaten Lumajang diantaranya laju inflasi Jawa Timur yang berhasil ditekan pada level 2,74 persen; lebih rendah dibanding tahun 2015 yang sebesar 3,08 persen.

C.           Pendapatan Perkapita
            Salah satu indikator ekonomi penting untuk mengetahui pertumbuhan pendapatan regional dalam hubungannya dengan kemajuan kategori ekonomi tersebut adalah PDRB Perkapita, yang biasanya dipakai sebagai indikator makro perkembangan kesejahteraan rakyat. PDRB per kapita menggambarkan nilai rata-rata PDRB yang bisa diterima oleh setiap penduduk kabupaten Lumajang. PDRB per kapita diperoleh dengan cara membagi total nilai PDRB atas dasar harga berlaku dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Pada umumnya PDRB Perkapita disajikan berdasarkan Atas Dasar Harga Berlaku, karena PDRB Perkapita selain dipengaruhi faktor produksi juga dipengaruhi oleh harga barang/jasa. Namun gambaran tersebut tidak dapat langsung dijadikan sebagai ukuran peningkatan ekonomi maupun penyebaran di setiap strata ekonomi karena pengaruh inflasi sangat dominan baik dalam pembentukan PDRB maupun pendapatan regional.

            Gambar  di atas tampak bahwa PDRB per kapita kabupaten Lumajang dalam lima tahun terakhir selalu meningkat. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa secara makro kondisi kesejahteraan masyarakat kabupaten Lumajang dari tahun ke tahun semakin membaik meskipun masih perlu mempertimbangkan juga faktor inflasi. Selama lima tahun terakhir ini, PDRB Perkapita mengalami peningkatan yang cukup berarti. Pada tahun 2012, PDRB Perkapita sebesar Rp. 17,49 juta dan kemudian meningkat menjadi Rp. 25,77 pada tahun 2016 atau meningkat 47,36 persen. Peningkatan paling tinggi terjadi pada tahun 2014 yang meningkat sebesar 11,67 persen. Adapun selama kurun waktu lima tahun terakhir, nilai PDRB per kapita kabupaten Lumajang selalu mengalami kenaikan, yaitu tahun 2012 sebesar Rp. 17,49 juta; tahun 2013 sebesar Rp. 19,18 juta; tahun 2014 sebesar Rp. 21,42 juta; tahun 2015 sebesar 23,70 juta; kemudian tahun 2016 mencapai Rp. 25,77 juta. Pada tahun 2016 ini perkembangan PDRB perkapita masih cukup tinggi karena masih meningkat sebesar 8,73 persen. T
            Gambaran tersebut menunjukkan bahwa PDRB per kapita kabupaten Lumajang telah meningkat cukup tajam selama lima tahun terakhir sebagaimana terlihat pada tabel 3.3 dibawah, kendati telah melemah selama dua tahun terakhir karena perlambatan ekonomi. Meskipun demikian tetap harus dipertanyakan apakah PDRB perkapita adalah alat ukur yang layak untuk kabupaten Lumajang karena penduduk kabupaten Lumajang memiliki karekteristik ketidaksetaraan yang cukup tinggi dalam distribusi pendapatan. Mencapai level PDRB per kapita sebesar 25 juta bisa saja dianggap sebagai langkah yang penting sebab hal ini seharusnya dapat menyebabkan percepatan pengembangan di sejumlah sektor (seperti retail, otomotif, properti) karena permintaan konsumen yang meningkat dan karenanya menjadi katalis pertumbuhan ekonomi.
D.   Tingkat Perubahan Harga
            Tingkat perkembangan harga atau lebih dikenal dengan inflasi/deflasi merupakan gambaran tentang terjadinya perubahan harga. Yang dimaksud perubahan harga disini adalah perubahan harga di tingkat produsen berdasarkan indeks implisit PDRB (PDRB adhb dibagi PDRB adhk dikali 100) sehingga faktor margin perdagangan dan transportasi tidak berperan. Jika nilainya positif disebut inflasi tetapi jika nilainya negatif disebut deflasi. Umumnya inflasi PDRB ini dimanfaatkan sebagai indikator daya elastisitas produsen dalam menghadapi isu global dan kebijakan pemerintah yang rentan berimplikasi terhadap perubahan harga barang/jasa. Inflasi PDRB sedikit berbeda dengan inflasi yang diperoleh dari perubahan IHK atau yang biasa dikenal dengan inflasi saja. Kedua tingkat perubahan harga tersebut berbeda sisi penghitungan dan rentang implikasinya, inflasi PDRB adalah perubahan harga yang dilihat dari sisi produsen dan inflasi IHK dari sisi konsumen. Secara makro, baik inflasi PDRB maupun inflasi IHK keduanya merupakan indikator perubahan harga barang dan jasa yang bermanfaat untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah dalam menstabilkan harga-harga barang/jasa dan kebijakan perekonomian lainnya.


             Tingkat inflasi PDRB di kabupaten Lumajang pada tahun 2016 mencapai 4,20 persen atau mengalami perlambatan sangat signifikan sebesar 1,97 poin dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 6,17 persen. Hal ini mencerminkan bahwa kenaikan harga barangbarang yang dihasilkan produsen di tahun 2016 secara umum sedikit lebih lambat dibandingkan kenaikan harga tahun sebelumnya. Kondisi ini ternyata masih dipicu oleh naiknya harga komoditi di sektor primer seperti kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan serta produk Penggalian dan Industri pengolahan akibat permintaan yang masih cukup tinggi.

            Inflasi PDRB di kategori Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di tahun 2016 mencapai 4,50 persen atau turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 7,81`persen. Peranan kategori ini sebagai sektor paling dominan dalam pembentukan PDRB akan sangat berpengaruh pada inflasi PDRB di tingkat regional. Relatif lebih tingginya inflasi di kategori Pertanian, Kehutanan dan Perikanan pastinya juga akan berimbas pada inflasi di kategori Industri pengolahan dan Penyediaan akomodasi dan makan minum yang banyak menggunakan hasilhasil pertanian dalam proses produksinya. Tercatat pada tahun 2016 inflasi kategori industri pengolahan mencapai 4,44 persen atau turun 0,84 poin dari tahun sebelumnya sedangkan di kategori Penyediaan akomodasi dan makan minum inflasinya mencapai 3,99 persen. Hal ini mencerminkan bahwa kondisi makro ekonomi kabupaten Lumajang selama tahun 2016 relatif lebih kondusif dalam sisi pengendalian harga di tingkat produsen sehingga sangat berpengaruh signifikan dalam meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.
E.                 PERKEMBANGAN PDRB KABUPATEN LUMAJANG MENURUT LAPANGAN USAHA
1.                  PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
            Kategori usaha ini mencakup subkategori usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan yang terdiri dari : tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, peternakan, dan jasa pertanian dan perburuan, Subkategori Usaha kehutanan dan Penebangan Kayu, dan Subkategori Usaha Perikanan. Lapangan usaha ini masih menjadi tumpuan utama penduduk dalam penyerapan tenaga kerja di kabupaten Lumajang. Pada tahun 2016 lapangan usaha kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan memberi kontribusi terhadap total PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 39,08 persen dan tumbuh sebesar 2,80 persen atau kembali melambat sebesar 0,34 poin dari tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,14 persen. Lapangan usaha subkategori Tanaman Pangan merupakan penyumbang terbesar terhadap Lapangan usaha kategori ini, yaitu tercatat sebesar 26,22 persen dari seluruh nilai tambah kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan.
            Adapun pertumbuhan subkategori Tanaman Pangan tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 2,49 persen, lebih lambat dibanding tahun 2015 yang tumbuh 3,12 persen. Pertumbuhan pada kategori ini terbesar adalah lapangan usaha subkategori Tanaman Hortikultura yaitu sebesar 4,53 persen diikuti oleh subkategori Perikanan sebesar 3,69 persen. Subkategori Kehutanan dan penebangan pada tahun ini mengalami penurunan produksi dibandingkan tahun sebelumnya sehingga tumbuh sebesar minus 5,29 persen. Sedangkan lapangan usaha yang lain tetap mencetak laju pertumbuhan positif yaitu subkategori Tanaman Perkebunan tumbuh 2,71 persen melambat dari tahun sebelumnya yang mampu mencapai 3,65 persen akibat perlambatan produksi tebu dan tembakau; subkategori Peternakan tumbuh sebesar 2,46 persen; serta subkategori Jasa Pertanian dan perburuan tumbuh 2,69 persen. Secara umum pertumbuhan ekonomi di lapangan usaha kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan belum mampu memberikan andil yang maksimal dalam mendongkrak ekonomi karena masih dibawah angka pertumbuhan ekonomi regional.



            Dari gambar  di atas terlihat bahwa secara keseluruhan dalam lima tahun terakhir pertumbuhan lapangan usaha kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan cenderung melambat. Kondisi tersebut juga terjadi pada hampir semua subkategori, hanya pada subkategori Tanaman Hortikultura yang terjadi percepatan laju pertumbuhan ekonomi akibat meningkatnya produksi pisang dan buah-buahan lainnya selama tahun 2016. Pada tahun 2013 subkategori Kehutanan dan penebangan kayu mampu tumbuh hingga 11,16 persen dan tahun sebelumnya juga sudah tumbuh sebesar 36,92 persen. Hal ini dikarenakan pada tahun 2012 terjadi peningkatan permintaan yang cukup besar pada hasil industri pengolahan kayu yang berorientasi ekspor sehingga intensitas penebangan berbagai komoditas kehutanan terutama sengon/albasia cukup tinggi. Sehingga di beberapa tahun berikutnya mengalami perlambatan akibat berkurangnya populasi tanaman kehutanan. Dan pada tahun 2014 serta 2015 masingmasing tumbuh sebesar 1,43 persen dan 2,46 persen hingga akhirnya di tahun 2016 tumbuh sebesar minus 5,29 persen.
2.                  Pertambangan dan Penggalian
            Di tahun 2016 peranan kategori Pertambangan dan Penggalian terhadap penciptaan PDRB di kabupaten Lumajang sebesar 4,07 persen meningkat signifikan dari tahun sebelumnya yang mencapai 3,85 persen dengan komoditi unggulan bahan galian golongan C khususnya jenis pasir, batu coral, dan sirtu. Sedangkan untuk pertambangan pasir besi yang bersifat ilegal sejak kasus kematian salim kancil di akhir tahun 2015 telah ditutup total. Pada Kategori Pertambangan dan Penggalian, lapangan usaha yang berkontribusi adalah subkategori Pertambangan dan Penggalian lainnya yaitu sebesar 100 persen pada tahun 2016 akibat tidak adanya aktifitas pertambangan pasir besi, sehingga meningkat dibanding tahun sebelumnya yang memiliki kontribusi sebesar 96,98 persen. Sedangkan lapangan usaha subkategori pertambangan bijih logam pada tahun sebelumnya masih memiliki kontribusi sebesar 3,02 persen. Secara keseluruhan pada tahun 2016, kategori Pertambangan dan Penggalian menunjukkan laju pertumbuhan yang sangat menonjol dibandingakan kategori lainnya, yaitu mencapai 8,61 persen setelah di tahun sebelumnya hanya tumbuh minus 0,37 persen. Hal ini dikarenakan aktifitas penggalian pasir selama 2016 sangat tinggi guna melayani permintaan dari luar kabupaten setelah di akhir tahun 2015 sempat ditutup untuk sementara waktu.


3.      Industri Pengolahan
            Peran kategori industri pengolahan sangat penting dalam perekonomian kabupaten Lumajang. Dilihat dari kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi, sumbangan kategori ini menempati urutan kedua dalam pembentukan PDRB. Apabila dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor, peran kategori ini lebih besar dibandingkan dengan ekspor kategori pertanian. Jika dilihat kontribusinya terhadap tenaga kerja, kategori ini rata-rata menyerap sekitar 11 persen dari total tenaga kerja. Kategori industri memiliki keterkaitan ke belakang dan ke depan (backward dan forward linkage) yang besar sehingga peningkatan kinerja industri pengolahan dapat berefek pada kategori industri lainnya. Di tengah perannya yang penting dalam perekonomian, kinerja kategori industri pengolahan mengalami tren perlambatan pertumbuhan dalam 3 tahun terakhir ini. Selama tahun 2016 tumbuh sebesar 4,61 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya sedikit melambat dibandingkan 2 tahun sebelumnya, yaitu 2014 sebesar 7,31 persen dan 2015 sebesar 5,44 persen.      
             Kinerja industri pengolahan di tahun 2016 antara lain ditopang oleh sub lapangan usaha industri makanan dan minuman; Industri tekstil dan pakaian jadi; serta industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki yang mampu tubuh di atas angka pertumbuhan total, yaitu masing-masing sebesar 5,98 persen; 5,18 persen; dan 5,62 persen. Hal ini dikarenakan selama tahun 2016 pangsa pasar industri UKM hasil makanan olahan (krupuk, kripik, tahu, tempe) dan industri konveksi/kain batik masih cukup menjanjikan. Selain itu industri jaket kulit dan dompet juga mulai bermunculan meskipun peranannya masih sangat kecil.
            Pada kategori Industri Pengolahan, lapangan usaha yang menyumbang peranan terbesar adalah sub kategori Industri Pengolahan Makanan dan Minuman sebesar 55,20 persen dan sub kategori Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya sebesar 25,16 persen. Berikutnya sub kategori Industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik sebesar 6,08 persen; sub kategori Industri pengolahan tembakau sebesar 4,60 persen. Sedangkan subkategori yang lain memiliki kontribusi di bawah empat persen. Subkategori industri Makanan dan minuman selama 3 tahun terakhir terus mengalami peningkatan share dibandingkan subkategori lainnya. Hal ini dikarenakan semua produk makanan olahan dari industri level UKM memiliki pangsa pasar tetap dan terus berkembang seiring meningkatnya permintaan masyarakat.



            Pembangunan industri pengolahan sebagai motor pertumbuhan ekonomi sangat penting untuk menjamin pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Selain itu, pentingnya kategori ini juga terlihat dari perannya terhadap ekspor, penyerapan tenaga kerja dan juga keterkaitannya yang cukup luas dengan sektor-sektor lainnya di dalam perekonomian. Untuk itu, perkembangan sektor ini menjadi cukup menentukan percepatan pertumbuhan perekonomian ke depan. Salah satu tantangan utama yang saat ini dihadapi oleh industri pengolahan yakni perlunya peningkatan nilai tambah dari produk-produk berbasis SDA.
             Pada saat ini beberapa sub kategori yang menjadi andalan kategori industri pengolahan lebih banyak berbasis SDA seperti sub kategori makanan dan minuman dan industri pengolahan kayu. Selama tahun 2016 kedua sub kategori ini masih tumbuh positif meskipun laju pertumbuhannya masih dibawah angka pertumbuhan kabupaten. Selain itu, pembangunan sektor industri ke depan juga perlu memerhatikan aspek daerah yaitu lebih mengandalkan basis ekonomi lokal. Pembangunan industri berbasis ekonomi lokal merupakan suatu langkah penting untuk membangun ekonomi lokal. Ekonomi lokal diharapkan dapat mengembangkan industri pendukung yang menyediakan bahan baku dan penolong bagi industri lainnya. Dengan demikian, industri pengolahan dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku dan penolong. Untuk itu, daerah harus diberi kesempatan, dorongan, dan insentif agar dapat mengembangkan inisiatif untuk membangun sektor riil berbasis potensi lokal dan mengaitkannya pada kebutuhan pasar nasional dan global. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah kabupaten Lumajang perlu mengupayakan peningkatan produktivitas sektoral di daerahnya dengan beberapa kebijakan yang dapat mendukung pencapaian produktivitas yang tinggi. Salah satu upaya penting yaitu peningkatan kemampuan pendidikan SDM melalui balai latihan kerja dan promosi yang kontinu terkait potensi wilayah dan kemudahan usaha untuk menarik minat investor dari luar. Secara keseluruhan, laju pertumbuhan kategori Industri Pengolahan pada tahun 2016 adalah sebesar 4,61 persen atau melambat 0,83 poin dari tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,44 persen. Subkategori yang mengalami akselerasi pertumbuhan adalah subkategori Industri Pengolahan Tembakau yang tumbuh sebesar 4,32 persen; Industri akyu, Barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya sebesar 3,03 persen; Industri Kertas dan Barang dari Kertas, Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman sebesar 2,98 persen; serta Industri Barang galian bukan logam sebesar 3,96 persen.
            Adapun subkategori Industri Makanan dan Minuman sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan PDRB pada Kategori Industri Pengolahan tumbuh melambat sebesar 1,75 poin menjadi 5,98 persen pada tahun 2016. Subkategori Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik juga melambat menjadi sebesar 1,79 persen. Kemudian diikuti oleh Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional tumbuh 2,38 persen dari tahun sebelumnya yang tumbuh 4,33 persen. Sementara itu subkategori yang mengalami kontraksi terbesar pada tahun 2016 adalah Subkategori Industri Barang dari Logam, Komputer, Barang Elektronik, Optik, dan Peralatan Listrik tumbuh melambat dari 5,93 persen pada tahun 2015 menjadi 1,13 persen pada tahun 2016. Subkategori Industri Alat Angkutan dan Industri Furnitur juga tumbuh melambat, masing-masing menjadi sebesar 0,92 persen dan 2,58 persen.

No comments:

Post Top Ad

Your Ad Spot